KOTA MALANG - Sebanyak 140 akademisi hukum pidana dan kriminologi dari berbagai kampus di seluruh Indonesia menghadiri Seminar Hukum Nasional dan Call for paper bertema “Membangun Hukum Pidana Dalam Negara Hukum yang Demokratis”.
Acara yang diselenggarakan oleh Kompartemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FHUB), Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI), serta Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (PERSADA UB) tersebut dilaksanakan pada (23/11-25/11/2022) di Atria Hotel Malang, Jawa Timur.
Baca juga:
Dosen FK Kaji Pengelolaan Sampah di Blitar
|
Dalam seminar tersebut, ada beberapa pemateri yang dihadirkan, antaralain Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H. M.S, Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H, dan Dr. Iqrak Sulhin, S.Sos, M.Si.
Akademisi Fakultas Hukum UB Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H. M.S menekankan tentang urgensi akomodasi terhadap hukum adat dalam pengaturan RKUHP sebagai salah satu konsekuensi dari pluralisme hukum yang dianut di Indonesia.
Pemateri kedua Ketua MAHUPIKI Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H dalam pemaparannya menekankan pentingnya peran akademisi hukum pidana dan kriminologi dalam mengawal perumusan RKUHP yang progresif dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Pemateri ketiga dari Dr. Iqrak Sulhin, S.Sos, M.Si Kriminolog Universitas Indonesia melakukan analisa terhadap dampak pemberlakuan RKUHP terhadap respon negara dalam menanggulangi kejahatan.
Dia mengatakan pilihan pemidanaan yang lebih bervariasi tidak hanya tentang pemenjaraan tapi juga kerja sosial yang telah direspon oleh UU 22/2022 tentang pemasyarakatan dalam hal keterlibatan penelitian kemasyarakatan yang dibutuhkan hakim sebelum menjatuhkan pemidanaan.
Terakhir Erasmus Napitupulu, Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan juga anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP memaparkan strategi advokasi masyarakat sipil dalam perumusan RKUHP.
Erasmus mengakui, meskipun tidak sempurna, RKUHP versi November 2022 jauh lebih baik dan jelas rumusannya daripada RKUHP versi 2019 yang belum mengakomodir masukan masyarakat sipil.
Seminar Hukum Nasional ini merupakan salah satu bentuk kontribusi akademisi hukum pidana dan kriminologi dalam rangka membangun Hukum Pidana Nasional yang memiliki karakter humanis, dan mendorong aktualisasi nilai-nilai demokrasi dan Negara Hukum.
Peran penting MAHUPIKI dalam perumusan RKUHP dibuktikan dengan keterlibatan para pengurus dan anggotanya secara aktif sejak awal pembahasan RKUHP puluhan tahun lalu.
Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr. Yasonna Laloly yang membuka kegiatan seminar secara daring menekankan bahwa keterlibatan akademisi dalam perumusan RKUHP sudah dilakukan sejak tahun 1963.
Sementara, Ketua Tim Perumus RKUHP Prof Harkristuti menyebut proses penyusunan RKUHP memperhatikan beberapa masukan masyarakat termasuk dari proofreader yang diminta untuk memberikan catatan. Beliau menyebut beberapa masukan dari salah satu proofreader yang ditunjuk pemerintah Dr. Fachrizal Afandi yang juga Ketua PERSADA UB telah dimasukkan dalam naskah perubahan RKUHP terbaru.
Rangkaian kegiatan Seminar ini ditutup dengan Rapat Koordinasi Nasional MAHUPIKI untuk penguatan kolaborasi antara praktisi dan akademisi, optimalisasi penelitian, pengajaran, dan pengabdian masyarakat dibidang hukum dan kriminologi, serta pembahasan rencana kerja masing-masing DPP MAHUPIKI.
Salah satu hasil RAKORNAS adalah Penetapan pelaksanaan MUNAS MAHUPIKI tahun depan yang akan diselenggarakan di Bali. Dr. Mahmud Mulyadi peserta dari Universitas Sumatera Utara dan Andi Intan Purnamasari peserta dari Universitas Tadulako Palu menyambut baik kegiatan kolaborasi MAHUPIKI, FH UB dan PERSADA UB. Kegiatan Seminar Hukum Nasional seperti ini menurut mereka seharusnya dapat terus dilakukan untuk update informasi terkait perkembangan praktik dan teori hukum pidana dan krimonologi. (FZR/Humas UB).