Desa Mangliawan Budayakan Praktik “Sumpah Bhakti” bagi Perangkat Desa 

Desa Mangliawan Budayakan Praktik “Sumpah Bhakti” bagi Perangkat Desa 
Dr. Hipo Berdiskusi dengan Orin, Penggagas Praktik “Sumpah Bhakti” di Desa Mangliawan

KOTA MALANG - Berbagai praktik menyimpang dalam tata kelola pemerintahan dewasa ini membuat masyarakat Desa Mangliawan berpikir keras bagaimana hal laten itu bisa diatasi, minimal di desa mereka. Salah satu hal yang mereka gagas adalah memberlakukan “Sumpah Bhakti” bagi semua perangkat desa yang hendak menjalankan tugasnya.

Penggagas ide “Sumpah Bhakti”, Orin, berpendapat bahwa cara ini adalah cara yang baik dan alamiah karena merupakan bagian dari budaya masyarakat.

“Dulu, waktu tata hukum belum terlalu berkembang, masyarakat tradisional di desa-desa menggunakan cara-cara semacam ini sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa yang mereka kerjakan. ‘Sumpah Bhakti’ itu dilakukan sebelum seseorang menjalankan tugasnya sebagai bentuk nazar atau janji di hadapan masyarakat bahwa dirinya akan bekerja secara baik, benar, dan jujur.

Hal-hal semacam ini yang kita ingin dihidupkan kembali supaya perangkat desa atau para pemimpin di tingkat manapun selalu diingatkan untuk senantiasa berpraktik baik dalam menjalankan tugasnya, ” papar Orin, Selasa (18/10/2022).

Peneliti Budaya FIB UB, Dr. Hipolitus Kristoforus Kewuel, M.Hum., memandang fenomena ini sebagai sesuatu yang perlu didukung.

“Sering kali kita lupa bahwa budaya itu juga merupakan sebuah kekuatan yang hadir dan hidup terus-menerus dalam masyarakat kita. Kita seringkali lupa menggunakan budaya tersebut sebagai alat yang bisa membantu kehidupan bersama. Maka, upaya masyarakat Desa Mangliawan ini perlu mendapat apresiasi supaya good practice ini bisa lebih dikembangkan di banyak tempat, ” tegas Dr. Hipo.

Orin menambahkan bahwa kekuatan budaya perlu dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan. Slogan atau frasa, “Pembangunan Berbasis Budaya” yang hari ini gencar digaungkan baik oleh pemerintah maupun banyak pihak yang lainnya, sesungguhnya bukan slogan kosong.

“Konkretnya, di Desa Mangliawan ini, ada dinamika budaya yang menarik. Para calon Kepala Desa Mangliawan diambil sumpah bhaktinya sejak masa pencalonan. Dengan ini, masyarakat ingin melihat niat baik calon pemimpin itu sejak awal. Dengan ‘Sumpah Bhakti’, para calon Kepala Desa diminta berjanji tidak saja di depan masyarakat yang hidup, tetapi juga di hadapan Tuhan dan arwah para leluhur di kawasan ini.

Dengan begitu, mereka diingatkan untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Ada banyak pihak, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan yang akan marah kalau ada penyimpangan-penyimpangan, ” tegasnya.

Akhirnya, dengan penelitian bertajuk Pembangunan Berbasis Budaya ini, Dr. Hipo hendak menunjukkan bahwa keberhasilan sebuah pembangunan itu tidak semata-mata menyandarkan diri pada kekuatan uang dan hal-hal material lainnya.

“Pembangunan yang berhasil guna itu juga perlu didukung dari aspek-aspek lain seperti budaya yang tidak berpengaruh secara kasat mata, tetapi merasuk ke dalam diri manusia untuk memimpinnya dari dalam dan menuntunnya untuk mengarahkan pandangan pada kepentingan banyak orang, ” simpulnya. (dts)

kota malang
Achmad Sarjono

Achmad Sarjono

Artikel Sebelumnya

Kementerian ATR/BPN Goes To Campus Universitas...

Artikel Berikutnya

Keren, Taekwondo ITN Malang Bawa Pulang...

Berita terkait